Minggu, 06 Oktober 2013

Sang Pembuka Kesempatan



*Ini kisah seorang gadis pemimpi. Gadis yang tak jarang mengalami jatuh dalam perjuangannya, gadis yang harus berlari guna mewujudkan ambisinya. Ia telah berkali-kali mengubur mimpinya, untuk kemudian menghidupkan mimpi yang lain lagi. baginya, mewujudkan mimpi itu susah, lelah. Tapi, karena mimpi itu menghidupkan, mana mau ia berhenti, meski sayapnya harus patah, ia akan terus terbang, tetap terbang.
            Di suatu siang yang sejuk, ia bercerita padaku.
            Mbak, dulu, sewaktu akhirnya aku harus tetap kuliah di Salatiga, aku pernah sangat merasa ketakutan. Aku takut tak bisa melihat dunia diluar sana. Sebenarnya, aku ingin belajar di dunia yang maha luas, mengerti seperti apa rintangan diluar sana, kemudian berusaha melewatinya. Aku bercerita pada seorang teman, teman yang memotivasiku utnuk menjadi lebih baik lagi, dan ia bilang “Bukan berarti di Salatiga, kau tak bisa melihat dunia. Buktikanlah, kau selalu berbeda di mataku. Kau pasti bisa membuka pintu untuk keluar sana. Aku percaya”. Ia dengan yakin mengatakan hal itu padaku, Mbak.. dan hal itu membuatku semangat. Ya, aku menghidupkan mimpi baru, aku bertekad akan membuka pintuku untuk melihat dunia.
            Ajaib Mbak. Berani bermimpi berarti berani menerima resiko dari mimpi itu : Terwujud, atau terkubur untuk kemudian bermimpi lagi. Aku menerima resiko yang menyenangkan. Mimpiku sedikit demi sedikit terwujud, bahkan lebih indah dari apa yang telah aku bayangkan.
            Diawali dari pagi yang dingin di kampus, aku melihat pengumuan lomba khitobah bahasa arab. Aku tanpa ragu mendaftar, menjadi pendaftar pertama. Salah seorang panitia bertanya darimana aku, dan aku menjawab. Bertanya lulus dari mana, aku menjawab. Wajah panitia ini mulai meragukanku, aku memang bukan lulusan pondok terkenal atau MAPK dengan kemampuan berbahasa yang tak diragukan, aku hanya lulusan MAN tanpa embel-embel, tapi aku bangga. Dia bertanya lagi apakah aku pernah nyantri, aku menjawab tidak. Hal itu semakin membuat panitia itu ragu. Terserahlah. Niatku membuka pintu kesempatan, bukan pamer ke panitia itu ataupun orang lain.
            Hari perlombaan dimulai, dan aku menjadi peserta ke 13 yang tampil. Seperti biasa, aku mengerahkan segenap kemampuanku, dan singkat cerita aku berhasil menyabet gelar juara. Tanpa aku sangka, juri-juri terkesan dengan penampilanku. Tak lama berselang setelah kemenanganku itu, aku tiba-tiba dihubungi oleh seseorang yang aku tidak kenal, seorang yang belakangan ku ketahui bahwa ia adalah ketua salah satu UKM di kampus, ia memintaku lomba ke Jogja, katanya aku direkomendasikan oleh juri khitobah tadi. Benar-benar indah takdir Allaah. Di Salatigapun, aku diberi anugerah dan kesempatan yang luar biasa. Tidak main-main, di Jogja aku mengikuti lomba tingkat nasional. Banyak sekali pengalaman yang aku dapat. Berteman dengan banyak mahasiswa dari berbagai wilayah di Indonesia, menyenangkan sekali.
            Pintu kesempatan yang aku buka semakin lebar. Aku semakin punya banyak kesempatan untuk keliling Jawa. Aku kemudian pergi ke Solo, Jakarta. Aku hampir pergi ke Malang, tapi tidak jadi. Mungkin Allaah tahu aku punya maksud ‘tersembunyi’ jadi Ia tak mengizinkanku pergi ke Malang. Aku juga berkesempatan mengembangkan kemampuan bicaraku didepan banyak orang. Dosenku langsung yang memberi titah padaku untuk menjadi MC di acara yang lumayan besar, dan keterusan sampai sekarang. Aku juga diberi tugas MC oleh kakak seniorku, di acara dengan ribuan orang peserta. Dulu, aku pernah berkata dalam hati ketika aku menjadi peserta dalam acara yang serupa. “Hebat sekali Mbak dan Mas yang berani jadi MC di acara ini”, dan tidak lama lagi, aku yang akan berdiri di panggung itu, berbicara dengan berbagai bahasa di depan ribuan peserta. Aku sekarang sadar Mbak, yang terbaik menurut kia memang belum tentu yang terbaik menurut Allaah. Menurutku dulu, aku mampu berada di jalan yang lebih besar daripada ini, tapi ternyata, Allaah menempatkanku di jalan yang sempit karena Ia tahu aku mampu membuka jalan yang lebih besar daripada yang aku bayangkan sebelumnya. Mbak, aku beruntung berani bermimpi, aku beruntung pernah jatuh dan kemudian bangkit lagi. Aku bersyukur memiliki kehidupan di tempat ini, bertemu dengan orang-orang yang membagi kesempatannya padaku, percaya padaku  yang sebenarnya masih perlu banyak belajar.
*Gadis itu mengakhiri ceritanya padaku. Ada sebutir air yang menggantung di sudut matanya. Aku belajar banyak dari ceritanya. Tak menyerah pada keadaan, dan tetap semangat walau hasrat tak benar-benar tertambat. Benar-benar ada rahasia dibalik rahasia. Kurasa, ia telah lebih dewasa setelah menjadi mahasiswa setahun ini. Semoga kemudahan tetap menghampirinya, semoga jalan-jalan penuh rahmat mengiringi perjalanan panjangnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar